Di Indonesia sekarang, tenaga kerja tidak selalu harus tetap di kantor, full-time, atau dipekerjakan permanen. Model gig economy (pekerja lepas / paruh waktu / kontrak jangka pendek) dan outsourcing makin banyak digunakan oleh perusahaan sebagai strategi fleksibilitas & efisiensi. Tapi apa betul manfaatnya sepadan dengan risikonya? Artikel ini menggali data terkini, tren, dan bagaimana perusahaan bisa adaptasi di era yang berubah cepat.

Tren & Data: Gig Workers di Indonesia

1. Skala dan jumlah gig workers

  • Ada ~ 84,2 juta pekerja informal di Indonesia, dan dari jumlah itu sekitar 41,6 juta digolongkan sebagai gig workersmenurut SAKERNAS / BPS.
  • Ini menunjukkan bahwa hampir separuh dari pekerja informal adalah gig workers — besar sekali skalanya.

2. Pendapatan & kesejahteraan

  • Penelitian “Analisis Tingkat Kesejahteraan Pekerja Gig di Indonesia” menemukan bahwa job protection dan tingkat pendapatan sangat signifikan mempengaruhi kesejahteraan gig workers. sumber
  • Namun, perlindungan sosial / jaminan kerja masih lemah — penyebabnya antara lain kurangnya literasi pekerja & kurangnya sosialisasi dari pemerintah. sumber
  • Selain itu, studi lain di DKI Jakarta menemukan bahwa fleksibilitas kerja tinggi tapi pendapatan tidak stabil, terutama tergantung jumlah jam kerja, lokasi, dan jenis gig-nya. sumber

3. Regulasi & klasifikasi pekerja

  • Outsourcing di Indonesia sebelumnya dibatasi hanya pada pekerjaan non-inti (cleaning, catering, security) oleh UU No. 13/2003. Tapi dengan UU Cipta Kerja / Omnibus Law (UU No. 11/2020) dan peraturan pemerintah terkait, praktik outsourcing diperluas ke hampir semua bentuk pekerjaan. sumber
  • Ada diskusi dan protes dari serikat pekerja terkait perubahan ini karena dianggap bisa mengurangi keamanan kerja dan hak pekerja. sumber

Tren & Data: Outsourcing di Indonesia

1. Jumlah & penyebaran

  • Sekitar 2,2 juta pekerja Indonesia bekerja melalui sistem outsourcing, dari ~ 68 ribu perusahaan penyedia layanan outsourcing menurut data media nasional. sumber
  • Tapi ada juga data yang menyebut sekitar 3 juta pekerja yang secara resmi dipekerjakan lewat outsourcing. Angka aktual mungkin lebih tinggi karena ada yang tidak tercatat. sumber

2. Ukuran pasar dan pertumbuhan

  • Pasar BPO (Business Process Outsourcing) Indonesia diperkirakan akan mencapai USD 2,13 miliar tahun 2025, dan tumbuh sampai USD 3,46 miliar pada 2030 dengan CAGR ~10,2%. sumber
  • Menurut Grand View Research, pasar BPO Indonesia ditarget bisa mencapai USD 3,94 miliarpada 2030.

3. Sektor yang paling aktif

  • Menurut Mordor IntelligenceSektor seperti HR, sales & marketing, customer care, dan layanan IT adalah bagian dari outsourcing yang paling banyak permintaannya.
  • Perusahaan menengah dan besar makin sering menggunakan outsourcing / tenaga kontingen untuk fungsi-fungsi pendukung agar bisa fokus ke core business. sumber

Peluang & Tantangan

Peluang:

  • Fleksibilitas biaya — bayar berdasarkan output/jam, bukan biaya tetap seperti tunjangan penuh & fasilitas kantor.
  • Akses ke talent yang luas & spesialis — bisa merekrut pekerja lepas dengan keahlian spesifik dari berbagai daerah.
  • Skalabilitas operasional — cepat naik/turun sesuai kebutuhan proyek atau beban kerja.
  • Percepatan digitalisasi & HR tech — absensi, pelaporan, pengaturan shift jadi lebih mudah.

Tantangan:

  • Ketidakpastian pendapatan bagi gig workers — jam kerja tak pasti, fluktuasi pesanan pekerjaan, musim, lokasi.
  • Perlindungan sosial & regulasi yang belum lengkap — BPJS, jaminan kerja, status karyawan belum jelas.
  • Engagement & loyalitas rendah — pekerja luar (outsourced/gig) mungkin kurang komitmen jangka panjang ke perusahaan.
  • Regulasi yang berubah — UU, peraturan pemerintah, tuntutan serikat pekerja bisa mengubah kewajiban perusahaan dan risiko reputasi.

Peran HR Tech & Strategi Adaptasi

1. Teknologi sebagai pengelola tenaga kerja fleksibel

  • Survey State of HR Tech 2023 menyebut bahwa perusahaan besar di Asia-Pasifik, termasuk Indonesia, rata-rata menggunakan lebih dari 9 aplikasi talent management. Ini meningkat dari sekitar 7 aplikasi pada 2018. Sumber
  • HR tech yang mobile-first, berbasis cloud, dan menyediakan pelaporan real time sangat dibutuhkan — terutama untuk gig & outsourcing. Sumber

2. Perlindungan & kesejahteraan pekerja

  • Meski fleksibilitas kerja dihargai, pekerja ingin kepastian: penghasilan yang adil, jaminan sosial, akses ke tunjangan bila memungkinkan. Data menunjukkan job protection dan pendapatan adalah faktor kesejahteraan utama.
  • Perusahaan & pemerintah bisa buat model perlindungan parsial untuk gig workers (misalnya asuransi kesehatan dasar, subsidi, bantuan modal kerja) atau menginisiasi regulasi yang lebih adaptif.

3. Desain model kerja hybrid & fleksibel

  • Untuk pekerja outsourcing non-inti / gig, perusahaan bisa kombinasi beberapa model kerja: shift, kontrak jangka pendek + insentif, pengaturan berdasarkan performa, dsb.
  • Transparansi dan sistem evaluasi jelas penting agar pekerja merasa dihargai dan termotivasi.

4. Regulasi & kepatuhan

  • Perusahaan harus mengikuti UU terbaru (Omnibus Law, aturan pemerintah tentang outsourcing) agar tidak kena sanksi.
  • Keterlibatan dengan serikat pekerja, pemerintah lokal, dan menggandeng stakeholder agar regulasi pro pekerja dan realistis secara operasional.

Rekomendasi untuk Perusahaan

  • Lakukan mapping: seberapa banyak bagian pekerjaan yang bisa dialihkan ke outsourcing / gig? mana yang harus dipertahankan in-house karena sangat strategis?
  • Pilih platform HR yang memungkinkan manajemen pekerja luar (outsourced / gig) dengan mudah: absensi, pelaporan, pembayaran & insentif otomatis, keamanan data & komunikasi yang baik seperti madoo.
  • Pastikan kontrak kerja jelas, terutama untuk pekerja outsourcing/gig: tentang tarif, jam kerja, jaminan, hak cuti atau fasilitas bila ada.
  • Bangun program kesejahteraan sederhana: misalnya tunjangan kesehatan kecil, bonus berdasarkan performa, atau pelatihan gratis agar pekerja merasa berkembang.
  • Pantau regulasi dan tren pasar: karena undang-undang bisa berubah dan kebijakan pemerintah terkadang sensitif terhadap isu outsourcing / gig.

Penutup

Gig economy & outsourcing bukan cuma tren sesaat: mereka sudah jadi bagian penting dari ekosistem ketenaga kerjaan di Indonesia. Dengan ~41,6 juta gig workers dan jutaan pekerja outsourcing aktif, potensi untuk efisiensi, skalabilitas & inovasi besar sekali. Tapi tantangan terkait kesejahteraan, regulasi & kestabilan juga nyata.

Untuk perusahaan yang ingin tetap relevan & bertahan di 2025–2030, strategi HR harus lebih fleksibel, berbasis data, dan manusiawi.

No Comments
Post a Comment